1. 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi berpengaruh juga terhadap perkembangan pendidikan, sehingga lahir beberapa hal baru dalam dunia pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya menfokuskan diri pada bidang media, sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam proses, produk dan struktur atau system.  Ketiga hal tersebut di kenal sebagai teknologi pendidikan (education tecnologi).

Lahirnya ilmu baru menuntuk adanya bidang kajian atau bidang kajian penelitian dengan segala perangkatnya. Hal ini menjadi pemikiran para ahli bidang teknologi pendidikan yang dapat digunakan untuk panduan dan pedoman.

Landasan berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang garapan baru menjadi bidang ilmu atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar.  Dasar falsafi dasar keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology, epistemology dan aksiologi.

Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan : pendekatan isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan sistemik. Dengan demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap orang dapat memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan optimal melalui pendekatan yang ada di atas sehingga sumber belajar dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi efesien, efektif dan selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya masyarakat belajar.

Keadaan tersebut menjadi hal yang penting dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan yang telah mengalami perubahan pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu melalui penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran.

Menurut Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian penelitian dalam teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik. Pendekatan positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu eksakta dengan menggunakan pola statistic, yang didalamnya terdapat variable yang dikontrol, pengacakan sample, pengujian validitas dan realiabelitas instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke dalam populasi. Sedangkan pendekatan atau penelitian pascapositivistik/fenomenologi berakar pada penelitian social seperti bidang etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, dan teori membumi (grounded theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)

1.2. Rumusan Masalah

Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam latar belakang di atas didapatkan suatu rumusan masalah

  1. Apa saja yang menjadi landasan falsafah dan landasan ilmiah serta landasan berfikir penelitian teknologi pendidikan
  2. Apa saja yang menjadi kawasan Penelitian Teknologi Pendidikan

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan ini adalah :

  1. Dapat memberikan informasi tentang falsafah, landasan ilmiah serta landasan berfikir penelitian teknologi pendidikan bagi mahasiswa teknologi pendidikan
  2. Memberikan informasi dan gambaran kepada mahasiswa khususnya mahasiswa teknologi pendidikan dan masyarakat umum tentang kawasan penelitian teknologi pendidikan
  3. Memberikan sumbangan tentang tulisan yang berkaitan dengan teknologi pendidikan karena masih sulitnya mendapat referensi tentang teknologi pendidikan khususnya bidang falsafaj ilmiah dan landasan berfikir penelitian pendidikan serta kawasannya dalam pemasyarakatan teknologi pendidikan.
  1. 2. Pembahasan

Landasan Falsafah

Landasan Falsafah Penelitian teknologi pendidikan, terdiri atas 3 komponen seperti yang diungkapkan oleh Suriasumantri dalam Miarso. Ada 3 jenis komponen dalam teknologi pendidikan yaitu: ontology (apa), epistemology (bagaimana) dan aksiologi (untuk apa).

  • Ontologi : merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu apa
  • Estimologi : Pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu
  • Aksiologi : Menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maunpun secara khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak.

Yang menjadi kajian dalam penelitian teknologi pendidikan menjadikan beberapa perkembangan dalam bidang pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Ashby yaitu adanya revolusi dalam bidang pendidikan

  • Revolusi I: Pada saat orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya kepada oran lain. Orang lain tersebut diserahi untuk melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Sebelumnya orang-orang melaksanakan pendidikan anak-anaknya sendiri-sendiri atau mengajar anak-anak sendiri tidak memberikan kepada orang lain, hampir semua keluarga mendidik anak-anaknya dalam keluarga sendiri. Pendidikan yang dilakukan secara individual.
  • Revoluasi II : Ada suatu lembaga guru, jadi pada tahapan ini ada lembaga pendidikan formal. Tidak seperti sebelumnya belum ada lembaga resmi yang ada sehingga pendidikan dilaksakan orang per orang. Dalam lembaga ada aturan-aturan yang diberlakukan, contohnya untuk masuk SR usianya 6 tahun dan lain-lain. Dalam revoluasi ini guru dianggap sangat penting segala sesuatu dianggap diketahui oleh guru, dan guru dipandang memiliki pengetahuan yang lebih dari orang lain. Sehingga lembaga ini memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat.
  • Revolusi III : Disebabkan oleh ditemukannya mesin cetak, cetak secara manual dilakukan oleh Cina, dan cetak dengan menggunakan mesin cetak dilakukan oleh Eropa (Prancis). Dengan mesin cetak maka pengetahuan tidak hanya diperoleh dari guru tetapi dapat diperoleh dari hasil cetakan seperti: buku, majalah, koran dan lain-lain. Pada revolusi ke-3 ini peran guru sudah mengalami pengurangan. Revolusi ke-3 sampai dengan saat ini masih terjadi
  • Revolusi IV : Disebabkan oleh berkembangnya bidang elektronik sepeti telpon, tv, komputer, internet dimana guru tidak dapat lagi untuk mengontrolnya. Atau minimal peran guru berkurang, dan guru tidak dapat mengklaim dirinya sebagai.

Sudut pandang yang baru mengenai teknologi pendidikan menggunakan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri:

(1)   keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah

(2)    Unsur-unsur yang berkempentingan diintegrasikan dalam suatu proses komplek secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai satu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah

(3)   Penggabungan ke dalam proses yang komplek dan perhatian agar gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri. (Miarso, 2007, h.108)

Ada 6 hal kegunaan yang potensial dalam teknologi pendidikan yaitu:

1)      Meningkatkan peroduktivitas pendidikan dengan jalan

  1. memperlaju penahanan belajar
  2. membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik
  3. mengurangi beban guru dalam penyajian informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar anak.

2)      Memberikan kemungkinanan penddikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan

  1. mengurangi kontrol guru yang kaku dan sederhana
  2. memberikan kesempatan anak sesuai kemampuannya

3)      Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah dengan halan

  1. perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik
  2. pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang prilaku

4)      Lebih menerapkan pelajaran, dengan jalan

  1. meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
  2. penyajian informasi dan data secara lebih konkrit

5)      Memungkinkan belajar  lebih akrab

  1. mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah
  2. memberikan pengetahuan tangan pertama

6)      Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan

  1. pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka
  2. penyajian informasi menembus batas geografi

Landasan Ilmiah

Teknologi pendidikan merupakan cabang ilmu yang memiliki obyek forma “belajar” manusia baik secara pribadi maupun secara kelompok yang memiliki pola pendekatan isomeristik, sistematik dan sistemik.

–          Isomeristik: yaitu pendekatan yang menggabungkan berbagai unsure yang saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang lebih bermakna

–          Sistematik: yaitu dilakukan secara teratur dan menggunakan pola tertentu dan runtut.

–          Sistemik: Dilakukan secara menyeluruh, holistic atau komprehensif.

Landasan ilmiah yang menunjang keberadaan teknologi pendidikan beserta bidang penelitiannya ada beberapa paham seperti berikut ini.

(a)    A.A Lumsidaine (1964): teknologi pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu dan saint dasar, yaitu:

1)      ilmu fisika

2)      rekayasa mekanik, optic, electro dan elektronik

3)      teknologi komunikasi & telekomunikasi

4)      ilmu perilaku

5)      ilmu komunikasi

6)      ilmu ekonomi

(b)   Robert Morgan (1978) berpendapat ada 3 disiplin utama yang menjadi fondasi teknologi pendidikan

1)      ilmu perilaku

2)      ilmu komunikasi

3)      ilmu manajemen

(c)    Donald P. Eli (1983) teknologi pendidikan meramu sejumlah disiplin dasar dan bidang terapannya menjadi suatu prinsip, prosedurdan keterampilan. Disiplin yang memberikan kontribusi adalah :

1)      basic contributing discipline: komunikasi, psikologi, evaluasi dan menajemen

2)      related contributing field : psikolodi persepsi, prikologi kognisi, psikologi social, media, system dan penilaian kebutuhan.

(d)   Barbara B. Seels & Rita C. Richey (1994): akar intelektual teknologi pembelajaran berasal dari disiplin lain meliputi:

1)      psikologi

2)      rekayasa

3)      komunikasi

4)      ilmu computer

5)      bisnis

6)      pendidikan

Secara umum perkembangan landasan ilmiah teknologi pendidikan bersifat ekletik, yaitu berasal dari berbagai sumber dan ditinjau dari berbagai segi atau sudut pandang.

Landasan berfikir

Tujuan dari setiap penelitian pada hakikatnya untuk mengungkapkan kebenaran, baik itu kebenaran baru maupun untuk memperbaiki sesuatu yang sudah beredar di masyarakat. Dengan tujuan tersebut maka penelitian terus mengalami perkembangan dan mengalami kemajuan untuk menjawab tantang yang ada yang bermuara pada kebutuhan dan kesejahteraan manusia.

Kebenaran yang ada dan berkembang di masyarakat ada beberapa hal yaitu:

  • kebenaran lapis dasar / kebenaran inderawi
  • kebenaran  lapis 2 / kebenaran ilmiah
  • kebenaran lapis 3 / kebenaran falsafi
  • kebenaran lapis 4 / kebenaran religi

Gambar 2.1 Tingkatan Kebenaran

  • Kebenaran lapis dasar atau kebenaran inderawi adalah kebenaran yang diperoleh dari kebenaran inderawi, seperti kebenara yang dilihat oleh mata, kebenaran yang dirasakan oleh tangan atau di dengar oleh telingan dan lain-lain. Kebenaran seperti ini dapat dilakukan dan dapat dirasakan oleh siapa saja, sebagai contoh panasnya sinar matahari yang dirasakan oleh setiap orang, maka kebenaran ini dapat dirasakan dan dapat diterima oleh setiap orang.
  • Kebenaran lapis kedua atau kebenaran ilmiah kebenaran yang diperoleh secara sistematik, logik oleh orang yang terpelajara.
  • Kebenaran lapis ketiga yaitu kebenaran falsafah adalah kebenaran yang diperoleh dari pemikiran yang mendalam atau falsafi, biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang terpelajar hasilnya dapat diterima dan biasa dijadikan rujukan oleh orang lain dan masyarakat luas.
  • Kebenaran lapis keempat atau kebenaran religi adalah kebenaran yang hakiki, kebenaran ini berasal dari Tuhan Yang Maha Esa melalui wahyu para nabi. Jenis kebenaran ini adalah mutlak bagi yang menganutnya dan tidak dapat dibantah maka seseorang harus memilih satu di antara dua yaitu take it or leave it, kita mengambilnya dan mematuhinya semua ajaran baik perintah dan larangannya atau meninggalkannya yaitu tidak menyakini dan mencari kebenaran menurut keyakinan masing-masing.

2.2. Kebenaran positivistic

Perkembangan akan falsafi atau penalaran akan sehat dapat menyakini suatu keyakinan yang berasalah dari Tuhan (kebenaran mutlak) menjadikan perkembangan dan memberikan penafsiran yang berbeda. Demikian juga dalam kebenaran ilmih tentu akan lebih banyak lagi timbul pertanyaan dari akal sehat (common sense) yang diperoleh secara ilmiah (scientific).

Tidak selamanya kebenaran yang diperoleh melalui penelitian ilmiah mendapat sambutan benar dari masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Yusufhadi:

“Meskipun hampir semua penelitian ilmiah apakah itu ekseperimen, koresional, studi kasus, evaluasi, histori, biografi, riset tindakan, riset kebijakan dan lain-lain merupakan usaha investigativ untuk menentukan kebenaran tentang dunia, namun ada perbedaan tentang dunia tersebut. (Miarso, 2007: 210)

Ada beberapa penafsiran tentang dunia seperti plato dengan paham idealis yang memandang pengideraan manusia di anggap reliable untuk suatu pengukuran. Sedangkan muridnya Aristoteles memili pandangan realis, memandang dunia merupakan hukum alam yang tetap yang dapat diperoleh melalui obeservasi dan pemikiran.

Pada kubu lain yang mempunyai pemahaman kebalikan dari kedua orang di atas adalah Francis Bacon dan John Locke yang menganut paham empiris, manusia merupakan kunci untuk mentransfomasikan data mentah menjadi pengetahuan, sedangkan data yang diperoleh melalui penginderaan dibangun melalui proses induktif dan pengalaman.

Pendapat lain yang diungkapan paham rasionalis, Emanuel Khan dalam bukunya Critique of Pure Reason mengatakan bahwa pengetahuan dapat dibangun melalui pendekatan deduktif dan didasarkan pada logica formal dan metematik harus diuji dan dibuktikan secara empiric, yang diungkapkan oleh Eichelberger (Miarso, 2007: 211)

Pemikiran yang diungkapkan oleh eichelberger memberikan 3 landasan yang didapat digunakan dalam landasan penelitian baru, yaitu positivistic, fenomelogik dan hermeneutic.

Positivistic: landasan ini memberikan gagasan keberadaan besaran yang dapat diukur, dan penulis hanya sebagai pengamat yang obyektif. Pokok dari paham ini adalah “jika sesuatu itu ada maka, sesuatu itu dapat diukur”. Penelitian ini misalkan di lakukan secara laboratorik dan berulang. Dari penelitian ini melahirkan pengajaran terprogram “mesin pengajaran” (teaching machine). Fakta-fakta yang didapat dalam penelitian ini diuji secara empiric. Misalkan kita akan melakukan pengukuran tentang motivasi belajar maka dapat dijabarkan ke dalam indicator variable seperti motivasi belajar, cara belajar, usaha yang dilakukan, persaingan dan lain-lain. Data-data yang diperoleh harus diubah ke dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung secara statistic. Paham positivistic saat ini sangat dominan dalam penelitian khususnya dalam penelitian bidang IPA.

Fenomenologik, dikembangkan oleh matemtikawan Jerman Edmund Husserl (1850 – 1938) paham ini mengutamakan pada pengalaman dan kesadaran yang disengaja. Jadi pengalaman bukan saja pada interaksi dengan lingkungan belajar tetapi melainkan pelajaran yang diperoleh dalam rentang waktu tertentu. Untuk mendapatkan pengalaman diperlukan pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan, tanggapan dan berbagai ungkapan psikologis atau mental.

Paradigma fenomenologik adalah akal sehat (common sense) yang oleh para penganut positivistic dianggap sebagai sesuatu yang kurang ilmiah. Fenomelogik tidak semata-mata berpangku pada data dan informasi yang ada tetapi mengadopsi pengalaman khusus menjadi umum, konkrit menjadi abstrak yang mempunyai sifat holistic. Semua diungkapkan secara naratif dengan memberikan uraian yang rinci dan mengenai hakikat suatu obyek atau konsep kebenaran ini syarat dengan nilai.

Hermeneutic dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dithey yang memberikan ciri bahwa pencarian kebenaran dengan menafsirkan atas gejala yang ada. Sejarawan menafsirkan legenda, artefak, naskah kuno dengan menggunakan kondisi yang ada saat ini. Demikian juga para ahli tafsir kitab suci menafsirakan ayat-ayat yang ada dengan keadaan yang tren saat ini. Ahli hukum juga memberikan tafsiran pada sehingga secara umum pada paham ini memiliki bebas nilai yang sesuai dengan keadaan baik yang terlihat maupun sesuatu yang tidak terlihat.

Di bawah ini perbandingan antara 3 paham.

Tabel 2.1 Perbandingan Tiga Paham

Positivistik Fenomenologik Hermeneutic
Analitik Holistik Sintetik
Nomotetik Ideografik Interpretatik
Deduktif Induktif Sinkretik
Laboratorik Empirik Empatik
Pembuktian dengan Logika Pengukuhan pengalaman Penafsiran yang tidak memihak
Kebenaran Universal Kebenaran bersifat unik Kebenaran yang diterima
Bebas Nilai Tidak bebas nilai Tidak bebas nilai

2.3. Kebenaran Pascapositivistik

Kebenaran pascapositivistik akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan sedemikian rupa. Dan keadaan ini akan terus mengalami perkembangan sehingga menemukan hal-hal yang baru yang lebih bersifat inovatif. Pascapositivistik meliputi paradigma pascamodernis (postmodernism), paradigma kritis (critical paradigm), pendekatan feminis (feminis approaches) dan perkembangan lainya.

Dalam dunia pendidikan kebenaran pascapositivistik yang terbaru dan terus mengalami perkembangan adalah masalah model-model pembelajaran seperti model pembelajaran berkelompok, model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kontruktivis. Perkembangan ini akan terus bertambah seperti quantum learning dan quantum teaching yang merupakan produk-produk inovatif dalam penelitian teknologi pendidikan.

2.4. Contektual Teaching And Learning

Pendekatakan kontektual, pembelajaran kebermaknaan (meaning full) yang dikembangkan oleh Bruner (Nur, 2000) merupakan hasil pembelajaran yang menekankan agar keaktifan siswa. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk menekankan pada materi yang sulit untuk diserap dengan mengerjakan secara mandiri dengan penyelaman “dunia nyata” yang secara umum menggunakan umpan balik, refleksi, evaluasi, dan penyelaman kembali. Ada 7 hal yang menjadi pendekatan kontekstual (kontekstul teaching and learning) yaitu:

(1)Inquiri

Kegiatan inkuiri dilakukan dengan proses induktif yang diawali dengan pengamatan dalam rangka memahami suatu konsep. Dalam praktik, proses ini melewati siklus kegiatan mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori baik secara induvidul maupun secara bersama-sama. Penemuan ini bertujuan untuk mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berfikir pemelajar.

(2) Questioning

Pertanyaan merupakan hal penting agar proses pembelajaran menjadi meningkat, dan berkembang sehingga guru dapat melakukan dorongan, bimbingan dan menilai kemampuan berfikir siswa. Pertanyaan dapat dijadikan pemelajar untuk melakukan penemuan.

(3) Contructivism

Pemelajar dapat melakukan pemahaman dan membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman-pengalaman yang baru berdasarkan pengalaman awal Pengalaman awal selalu menjadi tumpuan dalam pemahaman baru

(4) Learning society

Salah satu yang membedakan antara cirri dari teknologi pembelajaran modern dan pembelajaran tradisional adalah adalah learning society, masyarakat belajar. Masyarakat belajar diharapkan saling mengisi saling memberi, dan tidak terjadi persaingan secara individu sehingga tidak mengembangkan sikap egoistis.

(5) Autentic assessment

Assessment yang merupakan salah satu kawasan teknologi pendidikan, menjadi ciri lain dari pembelajaran modern, penilaian yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada akhir saja tetapi dilakukan juga pada saat proses. Penilaian ini juga memprasyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan.

(6) Reflection

Refleksi adalah merupakan pola dari teknologi dalam belajar, dimana pemejar diharapkan dapat memberikan revisi, merespon kejadian, melakukan aktivitas, dan pengalaman mereka setelah proses terjadi. Bentuk aktivitas refleksi adalah diskui, jurnal, karya seni dan lain-lain.

(7) Modelling

Kecerungan dari pemelajar untuk meniru apa-apa yang dilihatkan dan dilakukan oleh dirinya menjadikan modeling mendapatkan perhatian cukup serius dalam penelitian teknologi pembelajaran. Dengan modeling diharapkan adanya peningkatan aktivitas, partisipasi dan keingintahuan pemelajar tentang sesuatu hal.

2.5. Kawasan Penelitian Teknologi Pendidikan

Sebagai cabang ilmu baru maka teknologi pendidikan harus memiliki kawasan tersendiri dalam penelitian sehingga dapat memperkokoh landasan atau dasar ilmu tersebut. Secara garis besar penelitian teknologi pendidikan meliput empat komponen seperti yang diungkapkan oleh Sells dan Richey dalam Miarso:

Dalam definisi ini terdapat 4 komponen yaitu :

1) riset dan teory

2) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian

3) proses, sumber dan system

4) belajar

Pada poin kedua di atas merupakan kawasan penelitian pendididikan, dimana hal tersebut merupakan kawasan penelitian pendidikan.

3. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi landasan dalam penelitian Teknologi Pendidikan yaitu: Kebenaran Inderawi, Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Religi. Sedangkan paham yaitu ada 2 macam yaitu paham positivistic dan pascapositivistik.

Paham Positivistik terdiri atas 3 hal yaitu kebenaran positivistic, kebenaran fenomenologik, dan kebenaran hermeneutic.

Setiap paham atau kebenaran memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing dimana kebenaran positivistic lebih mengutamakan pengujian melalui uji statistic, bidang ini banyak dilakukan dalam bidang eksakta. Kebenaran fenomenologik adalah kebenaran yang berdasarkan pada pengalaman, kebenaran ini bersifat akal sehat (common sense). Sedangkan kebenaran hermeneutic adalah kebenaran yang berdasarkan pada pencarian kebenaran melalui asumsi dari sesuatu yang ada dengan membandingkan keadaan yang relevan pada saat ini.

Sedangkan kebenaran pascarppositivistik adalah kebenaran yang berladasan pada perkembangan yang ada saat ini, kebenaran ini akan terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan, salah satu contoh dari perkembangan pascapositivistik adalah adanya model-model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung, model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran kontruktivis. Model-model yang masih baru dan banyak digunakan antara lain model pembelajaran Quantum teaching dan Quantum Learning.

Ciri dari teknologi pembelajaran pascapositivistik adalah mengarah pada proses dan aktivitas pemelajar yang memiliki beberapa cirri antara lain :      Inquiri,  Questioning, Contructivism, Learning society, Autentic assessment,  Reflection,  Modelling

4. Daftar Pustaka

Depdiknas, 2003. Model-Model Pembelajaran, Materi Pembekalan Instruktur KBK 2004. Jakarta: Depdiknas.

Eichelberger, Tony R, 1989. Disciplined inquiri: Understanding and Doing Educational Research. New York: Longman Inc

DePORTER, Bobby, dkk., 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

Miarso, Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.

Nur, Mohammad, 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: University Press-UNESA

Seels, Barbara. B., Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit Penerbitan Universitas Negeri Jakarta.