Berikut ini akan dijelaskan beberapa model pengembangan pembelajaran yaitu: a) Model ASSURE; b) Model ADDIE; c) Model Jerold E. Kamp, dkk; d) Model Dick & Carey; e) Model IDI; f) Model Gerlach & Ely g) Model Bela H. Banaty.

 

  1. a.      Model ASSURE

Model ASSURE adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan semua bentuk media. Model ini memastikan pengembangan pembelajaran dimaksudkan untuk membantu pendidik dalam pengembangan instruksi yang sistematis dan efektif. Hal ini digunakan untuk membantu para pendidik mengatur proses belajar dan melakukan penilaian hasil belajar peserta didik. Ada enam langkah dalam pengembangan model ASSURE yaitu: Analyze learner; State objectives; Select instructional methods, media and materials; Utilize media and materials; Require learner participation; Evaluate and revise.[1]

1)      Analyze learner

Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik siswa yang disesuaikan dengan hasil-hasil belajar. Hal yang penting dalam menganalisis karakteristik siswa meliputi karakteristik umum dari siswa, kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa (pengetahuan, kemampuan dan sikap), dan gaya belajar siswa.

2)      State objectives

Langkah selanjutnya adalah menyatakan standar dan tujuan pembelajaran yang spesifik mungkin. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari kurikulum atau silabus, keterangan dari buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang pembelajaran.

3)      Select instructional methods, media and materials

Tahap ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan. Dalam memilih metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan, terdapat beberapa pilihan, yaitu memilih media dan bahan ajar yang telah ada, memodifikasi bahan ajar, atau membuat bahan ajar yang baru.

4)      Utilize media and materials

Tahap selanjutnya metode, media dan bahan ajar diuji coba untuk memastikan bahwa ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam situasi sebenarnya. Untuk melakukannya melalau proses 5P, yaitu: preview (mengulas) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) lingkungan; prepare (menyiapkan) para pemelajar; dan provide (memberikan) pengalaman belajar.

5)      Require learner participation

Keterlibatan siswa secara aktif menunjukkan apakah media yang digunakan efektif atau tidak. Pembelajaran harus didesain agar membuat aktivitas yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha mereka sebelum dan sesudah pembelajaran.

6)      Evaluate and revise

Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah pembelajaran.

 

Model ASSURE merupakan model desain pembelajaran yang bersifat praktis dan mudah diimplimentasikan dalam mendesain aktivitas pembelajaran yang bersifat individual maupun klasikal. Dalam menganalisis karakteristik siswa sangat memudahkan untuk menentukan metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan, sehingga dapat menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik.

 

  1. b.      Model ADDIE

Salah satu model desain pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan desain yang sederhana dan mudah dipelajari adalah model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.

Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :

Gambar. 2.2 Model Desain Sistem Pembelajaran ADDIE

 

1)      Analysis

Analisis merupakan tahap pertama yang harus dilakukan oleh seorang pengembang pembelajaran. Kaye Shelton dan George Saltsman menyatakan ada tiga segmen yang harus dianalisis yaitu siswa, pembelajaran, serta media untuk menyampaikan bahan ajarnya.[2] Langkah-langkah dalam tahapan analisis ini setidaknya adalah: menganalisis siswa; menentukan materi ajar; menentukan standar kompetensi (goal) yang akan dicapai; dan menentukan media yang akan digunakan.

2)      Design

Pendesainan dilakukan berdasarkan apa yang telah dirumuskan dalam tahapan analisis. Tahapan desain adalah analog dengan pembuatan silabus. Dalam silabus tersebut harus memuat informasi kontak, tujuan-tujuan pembelajaran, persyaratan kehadiran, kebijakan keterlambatan pekerjaan, jadwal pembelajaran, pengarahan, alat bantu komunikasi, kebijakan teknologi, serta desain antar muka untuk pembelajaran.[3] Langkah-langkah dalam tahapan ini adalah membuat silabus yang di dalamnya termasuk: memilih standar kompetensi (goal) yang telah dibuat dalam tahapan analisis; menentukan kompetensi dasar (objektive); menentukan indikator keberhasilan; memilih bentuk penilaian; menentukan sumber atau bahan-bahan belajar; menerapkan strategi pembelajaran; membuat storyboard; mendesain antar muka;

3)      Development

Tahapan ini merupakan tahapan produksi dimana segala sesuatu yang telah dibuat dalam tahapan desain menjadi nyata. Langkah-langah dalam tahapan ini diantaranya adalah: membuat objek-objek belajar (learning objects) seperti dokumen teks, animasi, gambar, video dan sebagainya; membuat dokumen-dokumen tambahan yang mendukung.

 

 

4)      Implementation

Pada tahapan ini sistem pembelajaran sudah siap untuk digunakan oleh siswa. Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mempersiapkan dan memasarkannya ke target siswa.

5)      Evaluation

Evaluasi dapat dilakukan dalam dua bentuk evaluasi yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama dan di antara tahapan-tahapan tersebut. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang dibuat sebelum versi terakhir diterapkan. Evaluasi sumatif dilakukan setelah versi terakhir diterapkan dan bertujuan untuk menilai keefektifan pembelajaran secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan dalam tahapan evaluasi adalah: Apakah tujuan belajar tercapai oleh siswa?; Bagaimana perasaan siswa selama proses belajar? suka, atau tidak suka; Adakah elemen belajar yang bekerja dengan baik atau tidak baik?; Apa yang harus ditingkatkan?; Apakah informsi dan atau pesan yang disampaikan cukup jelas dan mudah untuk dimengerti?; Apakan pembelajaran menarik, penting, dan memotivasi?

 

  1. c.       Model Jerold E. Kamp, dkk

Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Jerold E. kemp dkk. (2001) berbentuk lingkaran atau Cycle. Menurut mereka, model berbentuk lingkaran menunjukkan adanya proses kontinyu dalam menerapkan desain sistem pembelajaran. Model desain sistem pembelajaran yang di kemukakan oleh Kemp dkk. terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi masalah dan menetapkan tujuan pembelajaran yaitu menentukan tujuan pembelajaran umum dimana tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan.
  2. Menentukan dan menganalisis karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah latar belakang pedidikan dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, dan langkah apa yang perlu diambil.
  3. Mengidentifikasi materi dan menganalisis komponen-komponen tugas belajar yang terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran.
  4. Menetapkan tujuan pembelajaran khusus bagi siswa. Yaitu tujuan yang spesifik, operasional dan terukur, dengan demikian siswa akan tahu apa yang akan dipelajari, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa siswa telah berasil. Dari segi guru rumusan itu dalam menyusun tes kemampuan dan pemilihan bahan/materi yang sesuai.
  5. Membuat sistematika penyampaian materi pelajaran secara sistematis dan logis.
  6. Merancang strategi pembelajaran. Kriteria umum untuk pemilihan strategi pembelajaran khusus tersebut: a) efisiensi, b) keefektifan, c) ekonomis, d) kepraktisan, peralatan, waktu, dan tenaga.
  7. Menetapkan metode untuk menyampaikan materi pelajaran.
  8. Mengembangkan instrument evaluasi. Yaitu untuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu : a) siswa, b) program pembelajaran, c) instrumen evaluasi.
  9. Memilih sumber-sumber yang dapat mendukung aktifitas pembelajaran.

REVISI

EVALUASI

FORMATIF

Menentukan Sumber belajar

Mengembangkan instrumen evaluasi

Identifikasi masalah dan tujuan pembelajaran

Menetapkan metode pembelajaran

Analisis karakteristik siswa

Menetapkan tujuan pembelajaran khusus

Membuat sistematika isi pelajaran

Merancang strategi pembelajaran

Identifikasi materi pelajaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.3. Model Desain Sistem Pembelajaran Kemp dkk.

 

Model desain sistem pembelajaran memungkinkan penggunanya untuk memulai kegiatan desain dari komponen yang mana saja. Model ini tergolong dalam taksonomi model yang berorientasi pada kegiatan pembelajaran individual atau klasikal. Model ini dapat digunakan oleh guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas secara efektif, efisien dan menarik.

Diagram pada gambar menggambarkan model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Kemp dkk. Model ini berbentuk siklus yang memberi kemungkinan bagi penggunanya untuk memulai kegiatan desain sistem pembelajaran dari fase atau komponen yang mana pun sesuai dengan kebutuhan.

Faktor penting yang mendasari penggunaan model desain sistem pembelajaran kamp, yaitu: 1) Kesiapan siswa dalam mencapai kompetensi dan tujuan pembelajaran; 2) Strategi pembelajaran dan karakteristik siswa; 3) Media dan sumber belajar yang tepat; 4) Dukungan terhadap keberhasilan belajar siswa; 5) Menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuaan pembelajaran; 6) Revisi untuk membuat program pembelajaran yang efektif dan efisien.

 

  1. d.      Model Dick & Carey.

Model Dick & Carey adalah model desain pembelajaran yang dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain pembelajaran disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.

Model Dick & Carey tertuang dalam bukunya “The Systematic Design of Instruction” edisi 6 tahun 2005. Desain pembelajaran menurut sistem pendekatan model Dick & Carey terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut, yaitu memberikan pedoman untuk mengembangkan pembelajaran, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.4.[4]

Gambar 2.4 Model Desain Sistem Pembelajaran Dick & Carey

 

Berikut adalah langkah pengembangan desain pembelajaran menurut Dick & Carey:

1)      Identity Instructional Goal(s)

Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan siswa ketika mereka telah menyelesaikan program pembelajaran. Tujuan pembelajaran mungkin dapat diturunkan dari daftar tujuan, dari analisis kinerja (performance analysis), dari penilaian kebutuhan (needs assessment), dari pengalaman praktis dengan kesulitan belajar siswa, dari analisis orang-orang yang melakukan pekerjaan (job analysis), atau dari persyaratan lain untuk instruksi baru.

2)      Conduct Instructional Analysis

Langkah ini, pertama mengklasifikasi tujuan ke dalam ranah belajar Gagne, menentukan langkah-demi-langkah apa yang dilakukan orang ketika mereka melakukan tujuan tersebut (mengenali keterampilan bawahan/subordinat). Langkah terakhir dalam proses analisis pembelajaran adalah untuk menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap, yang dikenal sebagai perilaku masukan (entry behaviors), yang diperlukan peserta didik untuk dapat memulai Pembelajaran. Peta konsep akan menggambarkan hubungan di antara semua keterampilan yang telah diidentifikasi.

3)      Analyze Learners and Contexts

Langkah ini melakukan analisis siswa, analisis konteks di mana mereka akan belajar, dan analisis konteks di mana mereka akan menggunakannya. Keterampilan siswa, pilihan, dan sikap yang telah dimiliki siswa akan digunakan untuk merancang strategi pembelajaran.

4)      Write Performance Objectives

Pernyataan-pernyataan tersebut berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran, akan mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, kondisi di mana keterampilan yang harus dilakukan, dan kriteria untuk kinerja yang sukses.

5)      Develop Assessment Instruments

Langkah ini adalah mengembangkan butir-butir penilaian yang sejajar (tes acuan patokan) untuk mengukur kemampuan siswa seperti yang diperkirakan dari tujuan. Penekanan utama berkaitan diletakkan pada jenis keterampilan yang digambarkan dalam tujuan dan penilaian yang diminta.

6)      Develop Instructional Strategy

Bagian-bagian strategi pembelajaran menekankan komponen untuk mengembangkan belajar pebelajar termasuk kegiatan sebelum pembelajaran, presentasi isi, partisipasi siswa, penilaian, dan tindak lanjut kegiatan.

7)      Develop and Select Instructional Materials

Bahan pembelajaran sudah termasuk segala bentuk pembelajaran seperti panduan guru, modul, overhead transparansi, kaset video, komputer berbasis multimedia, dan halaman web untuk pembelajaran jarak jauh.

8)      Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction

Evaluasi formatif yaitu evaluasi ahli, evaluasi satu-satu, evaluasi kelompok kecil, dan ujicoba lapangan. Setiap jenis evaluasi memberikan informasi yang berbeda bagi desainer untuk digunakan dalam meningkatkan pembelajaran. Teknik serupa dapat diterapkan pada penilaian formatif terhadap bahan atau pembelajaran di kelas.

9)      Revise Instruction

Strategi pembelajaran ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini dimasukkan ke dalam revisi pembelajaran untuk membuatnya menjadi alat pembelajaran lebih efektif.

10)  Design And Conduct Summative Evaluation

Hasil-hasil pada tahap sebelumnya dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif.

 

  1. e.       Model IDI

Model IDI, dikembangkan oleh University Consortium for Instructional Development and Technology (UCIDT), pengembangan model IDI menerapkan prinsip-prinsip pendekatan sistem, yaitu penentuan (define), pengembangan (develop), dan evaluasi (evaluate). Ketiga tahapan ini dihubungkan dengan umpan balik (feedback) untuk mengadakan revisi.

1)      Tahap Penentuan (Define)

Identifikasi masalah dimulai dengan analisis kebutuhan atau disebut need assesmentNeed assesment ini berusaha mencari perbedaan antara apa yang ada dan apa yang idealnya. Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu ditentukan prioritas mana yang lebih dahulu dan mana yang selanjutnya. ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: karakteristik siswa, kondisi dan sumber yang relevan

2)      Tahap Pengembangan (Develop)

Identifikasi tujuan yaitu dengan menganalisis terlebih dahulu tujuan instruksional yang hendak dicapai, baik tujuan intruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives. TIK Merupakan penjabaran lebih rinci dari TIU. Dalam menentukan metode pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain: a) Metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan; b) Bagaimana urutan bahan yang akan disajikan; c) Bentuk instruksional apa yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisinya (ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individu/kelompok, dan lain-lain).

3)      Tahap Penilaian (Evaluate)

Setelah program instruksional disusun diadakan tes uji coba untuk menentukan kelemahan dan keunggulan, serta efisiensi dan keefektifan dari program yang dikembangkan.

Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan: 1) Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?; b) Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?; c) Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?; d) Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?

 

  1. f.        Model Gerlach & Ely

Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan pembelajaran. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur.

 

1)      Merumuskan tujuan

Tujuan instruksional harus dirumuskan dalam kemampuan apa yang harus dimiliki pada tingkat jenjang belajar tertentu.

2)      Menentukan isi materi.

Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah, tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapainya.

3)      Menurut kemampuan awal.

Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.

4)      Menentukan teknik dan strategi.

Strategi merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah bentuk ekspositori (expository) yang lazim dipergunakan dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar. Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi instruksional.

5)      Pengelompokan belajar

Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas (independent study) memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas.

 

6)      Menentukan pembagian waktu

Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktunya, yaitu apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.

7)      Menentukan ruang

Alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat dipakai secara lebih efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan penjelasan dan bertatap muka dengan pendidik.

8)      Memilih media instruksional yang sesuai.

Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan belajar. Media sebagai sumber belajar dibagi ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia dan benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dan (e) media display.

9)      Mengevaluasi hasil belajar.

Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dna media instruksional. Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.

10)  Menganalisis umpan balik.

Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan.

 

  1. g.      Model Bela H. Banathy

Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy. Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Tahapan model pengembangan instruksional Banathy meliputi enam tahap, yaitu:

1)      Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai peserta didik.

2)      Mengembangkan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk menilai keberhasilannya.

3)      Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai.

4)      Merancang sistem, yakni kegiatan menganalisis sistem dan setiap komponen sistem. Dalam langkah ini juga ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan dari masing-masing komponen instruksional.

5)      Mengimplementasikan dan melakukan tes hasil, yakni melatih (ujicoba) sekaligus menilai efektifitas sistem. Dalam tahap ini perlu diadakan penilaian atas apa yang dilakaukan siswa agar dapat diketahui seberapa jauh siswa mampu mencapai hasil belajar.

6)      Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.


[1]Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, dan James D. Russel, Instructional Technology and Media for Learning, diterjemahkan Arif Rahman (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 110

[2]  Kaye Shelton dan George Saltsman, Applying the ADDIE Model to Online Instruction, dalam Lawrence A. Tomei (Ed.), Adapting Information and Communication Technologies for Effective Education (USA:  Robert Morris University, 2008) hh. 42-43 (http://e-learning.bahcesehir.edu.tr/coursecontent/se5301%20itsm/applying%20the%20addie%20model%20to%20online%20instruction.pdf, diakses 30 Desember 2011)

[3]Ibid, hh. 44-47

[4]Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey, The Systematic Design of Instruction (Boston: Pearson, 2005), h. 1